Nama
Kelompok :
Dhita Ayu Ariandini
Dhita Ayu Ariandini
Dwinindita
Putri
Lita Daniyah
Agustiany
Tugas
Portofolio 3
A. Motivasi
1. Motivasi
adalah semangat yang kuat untuk mencapai sesuatu, satu keinginan yang paling kuat
untuk mendapatkan kejayaan dan
kecermelangan. Motivasi juga merujuk kepada desakan hati dan naluri yang
menggerakan seseorang untuk membuat suatu tindakan yang merangkumi segala jenis
rangsangan, keperluan, kehendak, dan kemauan untuk mencapai sesuatu yang ingin
dicapainya.
Menurut
Weiner (1990) yang dikutip Elliot et al. (2000), motivasi didefenisikan sebagai
kondisi internal yang membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita
mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan
tertentu.
Menurut
Uno (2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal
dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya; hasrat dan minat;
dorongan dan kebutuhan; harapan dan cita-cita; penghargaan dan penghormatan.
Motivasi
adalah sesuatu apa yang membuat seseorang bertindak (Sargent, dikutip oleh Howard,
1999) menyatakan bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang
dengan situasi yang dihadapinya (Siagian, 2004).
2. Teori Drive Reinforcement dan implikasi
praktisnya :
Teori ini didasarkan atas hubungan
sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi
seorang karyawan itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan.
Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan
kejadian yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari
dua jenis, yaitu :
1.
Pengukuhan Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi
perilaku, terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2.
Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi
perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi
prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan
tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip
hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi
tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang
bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah mendapatkan pujian
setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap hari disambut dengan
hangat oleh manajer.
3.
Teori Harapan dan implikasi praktisnya :
Teori
pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak
dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan
bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya
tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.
Dalam
istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan
dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya
akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin
2003:229) Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik
saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari
harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165). Apabila
harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah
kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori
ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep
penting, yaitu:
1. Harapan
(expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan merupakan propabilitas
yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti
kepastian
2. Nilai
(Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat
tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
3. Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi
dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil
tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa
pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua
adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya
hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat
pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan
hasil tingkat ke dua.
Teori
ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan
kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu
dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah
kebutuhan. Pekerja diasumsikan melakukan penilaian rasional terhadap situasi
kerjanya dengan mengumpulkan informasi untuk diolah, kemudian membuat
keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya digunakan untuk membantu dalam memahami
bagaimana pekerja membuat pilihan berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai
– nilai mereka.. Salah satu teori harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan
oleh George Poulus, Mathoney dan Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal
Theory. Mereka mengemukakan bahwa para pekerja akan cenderung menjadi produktif
apabila mereka memandang produktivitas yang tinggi itu sebagai satu cara atau
lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya,
kinerja yang rendah hanyalah satu jalan menuju tujuan pribadi. Misalnya
produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau mudah untuk terpenuhinya tujuan
pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas atau lebih rendah. Dengan
menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan (path-goal)” ini, Vroom (1976)
menyarankan suatu teori motivasi kerjayang dikenal dengan singkatan VIE –
Valensi/kemampuan (valence), sarana (Instrumentality), dan harapan
(Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas yaitu mengenai Teori Harapan
(Expectancy Theory). Nadler & Lawler menyatakan bahwa terlepas dari teori
VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli lainnya, namun ternyata teori VIE
menerima terlalu banyak dukungan empiis karena nilainya yang positif bagi
organisasi. Secar khusus, teori ini memberikan beberapa implikasi yang jelas
dan positif bagi manajer, dimana manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai
berikut:
Dari
sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja
keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan.
Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka
penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki
persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah
mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori
ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan
pekerjannya.
Rekomendasi:
Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy Theory (Vroom,
dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk perusahaan dalam
Contoh Kasus:
Tingkatkan
Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai prestasi yang
tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk memastikan
bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh masing-masing
pekerjaannya.
Tingkatkan
Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan prestasi. Misalnya,
selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya secara konsisten akan
mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan mengetahui bahwa prestasi
yang lebih baik memang benar akan mendatangkan penghasilan yang lebih baik
pula.
Tingkatkan
Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang berbeda,
sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang memiliki
nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi hal ini
adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan berbagai jenis
hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa ditukarkan dengan hari
cuti, uang, kupon makan, dsb.
4. Teori tujuan dan implikasi praktisnya
Locke
mengusulkan model kognitif yang dinamakan teori tujuan, yang mencoba
menjelaskan hubungan hubungan antara niat/intentions dengan perilaku.Aturan
dasarnya ialah penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar. Hasil penelitian
Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan
pada perilaku kerja. Penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme:
a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
b. Tujuan adalah yang mengatur upaya
c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi
d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk
dan rencana kegiatan
5.
Teori Hirarki Kebutuhan Maslow :
Maslow
(1970) telah menyusun kebutuhan-kebutuhan manusia dalam lima tingkat yang akan
dicapai sebagai berikut:
a. Kebutuhan Fisiologi
Merupakan
kebutuhan tingkat pertama yang paling rendah dan harus dipenuhi dan dipuaskan
sebelum mencapai kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi.Kebutuhan ini terdiri
dari makan,minum,pernapasan dan lain-lain yang bersifat biologis.
b. Kebutuhan
Keamanan
Yang
termasuk kebutuhan keamannan adalah kestabilan, ketergantungan, perlindungan,
bebas dari rasa takut dan ancaman.
c. Kebutuhan Sosial
Yaitu
kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, pada saat ini individu akan
sangat merasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan.
d. Kebutuhan
Harga Diri
Kebutuhan
harga diri dapat dibagi menjadi dua katagori.Pertama adalah kebutuhan terhadap
kekuasaan, berpretasi, pemenuhan diri, kekuatan, dan kemampuan untuk memberi
keyakinan serta kebebasan.Kedua adalah kebutuhan akan nama baik, status,
keberhasilan, pengakuan, perhatian, penghargaan.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Masing-masing
orang ingin mewujudkan diri sebagai seorang yang mempunyai kemampuan yang
unik.Kebutuhan ini hanya ada setelah empat kebutuhan sebelumnya dicapai secara
memuaskan.Pada dasarnya bertujuan untuk membuat seluruh potensi yang ada dalam
diri seseorang sebagai suatu wujud nyata yaitu dalam bentuk usaha aktualisasi
diri.
6.
Kebutuhan yang Relevan dengan perilaku dalam organisasi :
Kebutuhan
merupakan fundamen yang mendasari perilaku pegawai. Karena tidak mungkin
memahami perilaku tanpa mengerti kebutuhannya. Abraham Maslow (Mangkunegara,
2005) mengemukakan bahwa hierarki kebutuhan manusia adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan
fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik, bernapas,
seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula
sebagai kebutuhan yang paling dasar
b. Kebutuhan
rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan diri dari ancaman, bahaya,
pertentangan, dan lingkungan hidup.
c. Kebutuhan
untuk rasa memiliki (sosial), yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok,
berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.
d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan
untuk dihormati dan dihargai oleh orang lain.
e. Kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan,
skill dan potensi. Kebutuhan untuk berpendapat dengan mengemukakan ide-ide,
gagasan dan kritik terhadap sesuatu.
B. Job Enrichment
Kepuasan
kerja mempunyai peranan penting terhadap prestasi kerja karyawan, ketika
seorang karyawan merasakan kepuasan dalam bekerja maka seorang karyawan akan
berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimiliki untuk
menyelesaikan tugasnya, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian
yang baik bagi perusahaan.
Kepuasan
kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap produktivitas organisasi
baik secara langsung maupun tidak langsung. Ketidakpuasan merupakan titik awal
dari masalah-masalah yang muncul dalam organisasi seperti kemangkiran, konflik
manager-pekerja dan perputaran karyawan. Dari sisi pekerja, ketidakpuasan dapat
menyebabkan menurunnya motivasi, menurunnya moril kerja, dan menurunnya
tampilan kerja baik.
Job
enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan
memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan
perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job
enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan,
menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan
kerja.
2. Langkah- Langkah Re-Design pekerjaan
untuk Job Enrichment :
a. Menggabungkan beberapa pekerjaan menjadi
satu.
1) Menjadi lebih besar
2) Lebih bervariasi
3) Kecakapan lebih luas
b. Memberikan modul kerja untuk setiap
pekerja.
c. Memberikan kesempatan pada setiap
pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
1) Kesempatan mengatur prosedur kerja
sendiri
d. Memberikan kesempatan pekerja menghubungi
kliennya sendiri secara langsung.
1) Orang – orang yang berhubungan dengan
pelaksanaan kerjanya.
e. Menciptakan sarana – sarana umpan balik.
1) Pekerja dapat memonitor koreksi diri.
3. Pertimbangan-Pertimbangan Dalam Job Enrichment
:
A. Jika
pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi
secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan
meningkat.
B. Absensi – absensi dan perpindahan kerja akan
berkurang.
C. Dimensi
inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman
dan Oldham ), yaitu:
a. Keragaman ketrampilan (skill variety)
Banyaknya
ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam
ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya,
seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang
berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan
pencatatan penjualan.
b. Jati diri tugas (task identity)
Tingkat
sejauh mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya
dan dapat dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan
sebagai bagian dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak
merupakan satu kelengkapan tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya,
seorang salesman diminta untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen,
kemudian mempunyai dan mengatur display sendiri.
c. Tugas yang penting (task significance)
Tingkat
sejauh mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain,
baik orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama
maupun orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan
berarti oleh tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja.
Misalnya, sebuah perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk
panci baru. Para karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa
panci yang sangat dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan
kepuasan tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung
akan memberi manfaat kepada pelanggan)
d. Otonomi
Tingkat
kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan
keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan
prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi
kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat
menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu
karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan
ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi
kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
e. Umpan balik (feed back)
Memberikan
informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja
dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam
menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari
atasan maupun dari bagian‑bagian
lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta
pendapat konsumen tentang barang‑barang
yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi
kondisi psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama
dalam tugas akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi
secara internal. Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment
tergantung oleh kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.
Daftar pustaka :
P.Siagian,
Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan praktek kepemimpinan. Jakarta : Rineka
Citra.
Wirawan,
Sarlito. (2005).Psikologi sosial (Psikologi Kelompok dan Psikologi Terapan).Jakarta
Balai Pustaka.
Sunyoto
Munandar, Ashar.(2001).Psikologi industri dan organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar