Nama Kelompok :
Dhita Ayu Ariandini
Dwinindita Putri W.
Lita Daniyah Agustiany
Kelas : 3PA15
Tugas Portofolio 2
I. KEKUASAAN
1. Definisi kekuasaan
Mengacu
pada kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga B
bertindak sesuai dengan keinginan A.
2. Sumber-sumber kekuasaan menurut french & raven
Adapun
sumber kekuasaan itu sendiri terdiri dari dua macam. yaitu kedudukan dan
kepribadian.
Kekuasaan yang bersumber pada
kedudukan
Kekuasaan
yang bersumber pada kedudukan terbagi lagi kedalam beberapa jenis.
a.
Kekuasaan formal atau legal
Termasuk
dalam jenis ini adalah komandan tentara, kepala dinas, presiden atau perdana
menteri, dan sebagainya yang mendapat kekuasaannya karena di tunjuk dan/atau
diperkuat dengan peraturan atau perundangan yang resmi.
b.
Kendali atas sumber dan ganjaran
Majikan
yang menggaji karyawannya, pemilik sawah yang mengupah buruhnya, kepala suku
atau kepala kantoryang dapat memberi ganjaran kepada anggota atau bawahannya,
dan sebagainya, memimpin berdasarkan sumber kekuasaan jenis ini.
c.
Kendali atas hukuman
Ganjaran
biasanya terkait dengan hukuman sehingga
kendali atas ganjaran biasanya juga terkait dengan kendali atas hukuman.
Kekuasaan bersumber pada kepribadian
a.
Keahlian atau keterampilan
Dalam
shalat berjamaah dalam agama islam, yang di jadikan pemimpin shalat (imam)
adalah yang paling fasih membaca alquran. Di sebuah kapal atau pesawat udara,
mualim atau penerbang yang paling terampil yang dijadikan nahkoda atau kapten.
Pasien-pasien di rumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin atau panutan
karena dokterlah yang dianggap paling ahli untuk menyembuhkan penyakitnya.
b.
Persahabatan atau kesetiaan
Sifat
dapat bergaul, setia kawa kepada kelompok dapat merupakan sumber kekuasaan
sehingga seseorang di anggap sebagai pemimpin.
Selanjutnya , selanjutnya berdasarkan berbagai sumber kekuasaan
tersebut French & Raven (1959) menyusun sebuah kategorisasi sumber
kekuasaan di tinjau dari hubungan anggota (target) dan pemimpin (agent)
sebagaimana dalam tabel 2.2.
I.
LEADERSHIP
A. Definisi leadership
1.
Kepemimpinan adalah perilaku seseorang individu ketika ia
mengarahkan aktivitas sebuah kelompok menuju suatu tujuan bersama (Hemphill
& coons)
2.
Kepemimpinan adalah suatu jenis hubungan kekuasaan yang ditandai
oleh persepsi anggota kelompok bahwa anggota kelompok yang lain mempunyai hak
untuk merumuskan pola perilaku dari anggota yang pertama dalam hubungannya
dengan kegiatannya sebagai anggota kelompok (Janda)
3.
Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dilaksanakan dan
di arahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapaian tujuan atau
tujuan-tujuan tertentu (Tannenbaum, weschler & Massarik)
B. Menjelaskan teori-teori kepemimpinan partisipatif yang terdiri
dari :
1.
Teori X & Teori Y dari douglas McGregor
Menurut McGregor, teori X dan teori Y merefleksikan dua
keyakinan ekstrem yang membedakan manajer mengenai pekerja mereka. Teori X
adalah pandangan negatif mengenai pekerja dan konsisten dengan pandangan asumsi
yang dibuat oleh pendukung hubungan manusia. Dalam pandangan McGregor, teori Y
merupakan suatu filosofi yang lebih sesuai untuk digunakan manajer.
2.
Teori sistem 4 dari Rensis Likert
Rensis Linkert dari
Universitas Michighan mengembangkan model peniti penyambung (linking pin model)
yang menggambarkan struktur organisasi. Menurut Luthans (1973) struktur peniti
penyambung ini cenderung menekankan dan memudahkan apa yang seharusnya terjadi
dalam struktur klasik yang birokratik. Ciri organisasi berstruktur peniti
penyambung adalah lambatnya tindakan kelompok, hal ini harus diimbangi dengan
memanfaatkan partisipasi yang positif. Bila seseorang memperhatikan dan
memelihara pekerjanya dengan baik maka operasional organisasi akan membaik.
Fungsi-fungsi manajemen berlangsung dalam empat sistem:
Sistem Pertama: Sistem otokratis eksploratif
yang penuh tekanan dan otoriter dimana segala sesuatu diperintahkan dengan
tangan besi dan tidak memerlukan umpan balik. Atasan tidak memiliki kepercayaan
terhadap bawahan dan bawahan tidak memiliki kewenangan untuk mendiskusikan
pekerjaannya dengan atasan. Akibat dari konsep ini adalah ketakutan, ancaman
dan hukuman jika tidak selesai. Proses komunikasi lebih banyak dari atas
kebawah.
Sistem Kedua: Sistem otokratis paternalistic
yang lebih lunak dan otoriter dimana manajer lebih sensitif terhadap kebutuhan
karyawan. Manajemen berkenan untuk percaya pada bawahan dalam hubungan atasan
dan bawahan, keputusan ada di atas namun ada kesempatan bagi bawahan untuk
turut memberikan masukan atas keputusan itu.
Sistem Ketiga: Sistem konsultatif dimana
pimpinan mencari masukan dari karyawan. Disini karyawan bebas berhubungan dan
berdiskusi dengan atasan dan interaksi antara pimpinan dan karyawan nyata.
Keputusan di tangan atasan, namun karyawan memiliki andil dalam keputusan
tersebut.
Sistem Keempat: Sistem partisipan dimana
pekerja berpartisipasi aktif dalam membuat keputusan. Disini manajemen percaya
sepenuhnya pada bawahan dan mereka dapat membuat keputusan. Alur informasi
keatas, kebawah, dan menyilang. Komunikasi kebawah pada umumnya diterima, jika
tidak dapat dipastikan dan diperbolehkan ada diskusi antara karyawan dan
manajer. Interaksi dalam sistem terbangun, komunikasi keatas umumnya akurat dan
manajer menanggapi umpan balik dengan tulus. Motivasi kerja dikembangkan dengan
partisipasi yang kuat dalam pengambilan keputusan, penetapan goal setting
(tujuan) dan penilaian .
3.
Theory Of Leadership Pattern Choice (Tannenbaum dan schmidt)
Menurut Tannenbaum dan Schmidt, pola kepemimpinan bergantung
kepada faktor-faktor yang berasal dari sang pemimpin atau manajer itu sendiri,
pengikut, dan situasi. Seorang pemimpin memiliki persepsi kepemimpinan
berdasarkan latar belakang, pengetahuan, dan pengalamannya. Kekuatan-kekuatan
internal yang berpengaruh pada seorang pemimpin adalah sistem nilai yang dianut
(keyakinan sejauh mana seorang pengikut dapat terlibat dalam pengambilan
keputusan), kepercayaan kepada bawahan, kecenderungan kepemimpinan, dan rasa
aman.
Pemimpin juga harus memperhitungkan sejumlah kekuatan yang
mempengaruhi perilaku pengikutnya, termasuk ekspektasi mereka terhadap para
pemimpin. Namun umumnya pemimpin bersedia memberikan lebih banyak kebebasan
bila pengikut memiliki kebutuhan akan kemandirian yang lebih tinggi, siap
memikul tanggung jawab lebih dalam mengambil keputusan, tertarik kepada masalah
yang dihadapi, memahami dan merasa identik dengan tujuan organisasi, memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan dalam menghadapi sebuah masalah, dan
memiliki ekspektasi untuk berbagi dalam pengambilan keputusan.
Faktor situasi juga menentukan. Faktor ini mencakup tekanan
lingkungan yang berasal dari organisasi, kelompok kerja, sifat masalah, dan
waktu. Faktor organisasi diantaranya mencakup nilai-nilai, ukuran unit kerja,
distribusi geografis, dan persyaratan keamanan yang diperlukan guna mencapai
tujuan. Faktor yang berasal dari kelompok kerja mencakup pengalaman dalam
bekerja bersama, latar belakang anggota organisasi, kepercayaan diri dalam
memecahkan masalah, kekohesifan, kebebasan, penerimaan timbal balik, dan
kesamaan tujuan. Sifat masalah dapat menjadi penentu tingkat otoritas yang
didelegasikan pemimpin. Mengingat semakin banyak masalah yang penyelesaiannya
mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik, semakin penting
seorang pemimpin memberikan keleluasaan lebih besar kepada para pengikutnya.
Dalam hal waktu, semakin sedikit waktu yang tersedia, biasanya keterlibatan
orang lain dalam pengambilan keputusan semakin sedikit.
Sebagai tambahan, faktor lain yang berpengaruh terhadap pola
kepemimpinan adalah faktor perubahan lingkungan eksternal seperti kompetisi
yang semakin ketat dan sengit, perkembangan teknologi yang semakin cepat,
perubahan perilaku pelanggan, dan terbukanya aneka peluang bisnis baru. Dari
sisi internal organisasi, saat ini karyawan semakin kritis. Tuntutan mereka pun
semakin tinggi. Situasi ini tentu menyebabkan perusahaan tidak dapat lagi
mengandalkan pola kepemimpinan dimana pemimpin mendominasi pengambilan
keputusan tanpa disertai partisipasi dan pendelegasian wewenang yang memadai.
C. Menjelaskan teori kepemimpinan dari konsep modern choice approach participation yang memuat
desicion tree for leadership dari vroom & yetten
Konsep Decision Tree of Leadership dari Vroom & Yetton
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan.
Karena keputusan-keputusan yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat
berdampak kepada para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari
efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat
menentukan keberhasilan melaksanakan tugas-tugas pentingnya. Pemimpin yang
mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang
dibanding dengan mereka yang tidak mampu membuat keputusan dengan baik.
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan
keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan
meningkatkan produktivitas.
5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom
& Yetton, 1973):
a. AI (Autocratic) Pemimpin memecahkan
masalah atau membuat keputusan secara unilateral, menggunakan informasi yang
ada.
b. AII (Autocratic) Pemimpin memperoleh
informasi yang dibutuhkan dari bawahan namun setelah membuat keputusan
unilateral.
c. CI (Consultative) Pemimpin membagi
permasalahan dengan bawahannya secara perorangan, namun setelah itu membuat
keputusan secara unilateral.
d. CII (Consultative) Pemimpin membagi
permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat, namun setelah
itu membuat keputusan secara unilateral.
e. GII (Group Decision) Pemimpin membagi
permasalahan dengan bawahannya secara berkelompok dalam rapat; Keputusan
diperoleh melalui diskusi terhadap konsensus.
Dalam memilih alternatif-alternatif pengambilan keputusan tersebut para
pemimpin perlu terlebih dahulu membuat pertanyaan kepada diri sendiri, seperti:
apakah kualitas pengambilan keputusan yang tinggi diperlukan, apakah saya
memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan yang berkualitas
tersebut, apakah permasalahannya telah terstruktur dengan baik. Dalam kaitannya
dengan penerimaan keputusan, pemimpin harus bertanya, apakah sangat penting
untuk efektifitas implementasi para bawahan menerima keputusan, apakah para
bawahan menerima tujuan organisasi yang akan dicapai melalui pemecahan masalah
ini.
D. Teori kepemimpinan dari konsep Contingency Theory of Leaderhip
dari Fiedler
Teori kontingensi menganggap bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana
kemampuan seorang pemimpin untuk melakukan pengaruhnya tergantung dengan
situasi tugas kelompok (group task situation) dan tingkat- tingkat daripada
gaya kepemimpinannya, kepribadiannya dan pendekatannya yang sesuai dengan
kelompoknya. Dengan perkataan lain, menurut Fiedler, seorang menjadi pemimpin
bukan karena sifat-sifat daripada kepribadiannya, tetapi karena berbagai faktor
situasi dan adanya interaksi antara Pemimpin dan situasinya.
Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan
(organization context). Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel
kepemimpinan: Leader Orientation dan Situation Favorability. Leader Orientation
merupakan pilihan yang dilakukan pemimipin pada suatu organisasi berorinetasi
pada relationship atau beorientasi pada task. Leader Orientationdiketahui dari
Skala semantic differential dari rekan yang paling tidak disenangi dalam
organisasi (Least preffered coworker = LPC) . LPC tinggi jika pemimpin tidak
menyenangi rekan kerja, sedangkan LPC yang rendah menunjukkan pemimpin yang
siap menerima rekan kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang tinggi menujukkan
bahwa pemimpin berorientasi pada relationship, sebaliknya skor LPC yang rendah
menunjukkan bahwa pemimpin beroeintasi pada tugas. Fiedler memprediksi bahwa
para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada
tugas, akan lebih efektif dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka
yang mengutamakan orientasi kepada orang atau hubungan baik dengan orang
apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para
pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC
apabila kontrol situasinya moderat. Hubungan antara LPC pemimpin dan
efektivitas tergantung pada sebuah variabel situasional yang rumit disebut
“keuntungan situasional” atau “situational favorability” atau “kendali
situasi”. Fiedler mendefinisikan kesukaan sebagai batasan dimana situasi
memberikan kendali kepada seorang pemimpin atas para bawahan. Situation
favorability adalahtolak ukur sejauh mana pemimpin tersebut dapat
mengendailikan suatu situasi, yang ditentukan oleh 3 variabel situasi.
Tiga aspek situasi yang dipertimbangkan meliputi :
1. Hubungan pemimpin-anggota: Adalah batasan dimana pemimpin memiliki
dukungan dan kesetiaan dari para bawahan, pemimpin mempengaruhi kelompok dan
kondisi di mana ia dapat melakukan begitu. Seorang pemimpin yang diterima oleh
anggota kelompok adalah dalam situasi yang lebih menguntungkan daripada orang
yang tidak.
2. Kekuasaan Posisi : Batasan dimana pemimpin memiliki kewenangan untuk
mengevaluasi kinerja bawahan dan memberikan penghargaan serta hukuman.
3. Struktur Tugas: Batasan dimana
terdapat standar prosedur operasi untuk menyelesaikan tugas, sebuah gambaran
rinci dari produk atau jasa yang telah jadi, dan indicator objektif mengenai
seberapa baiknya tugas itu dilaksanakan.
E. Teori kepemimpinan dari konsep path goal theory
Teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang
dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian
Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration
serta teori pengharapan motivasi. Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan
tugas pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk
memberi arah dan dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan
mereka sesuai dengan tujuan kelompok atau organisasi secara keseluruhan.
Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa pemimpin yang efektif
memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke pencapaian
tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah
dengan mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh
bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan
saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi
sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja
yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang
diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan
ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter
directive-leader, supportive leader, participative leader dan
achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang
perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori
path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa
atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins, 2002).
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan
dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena
pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan
kepuasan pengikutnya. Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan
dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana
prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka
inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan
perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi
(path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan
memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara
usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan
nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling
efektif adalah merekayang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil
yang bernilai tinggi.
Oleh karenanya, Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri
dari dua fungsi dasar:
1.Fungsi Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin
harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang
diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2.Fungsi
Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya
dengan
memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai
gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model
path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
1.Kepemimpinan pengarah (directive leadership) Pemimpinan memberitahukan
kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja
yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan
secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di
dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership) Pemimpin bersifat ramah
dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua
bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan
kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan
interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan
pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3.Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) Pemimpin
partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide
mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatifdapat
meningkatkan motivasi kerja bawahan.
4. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership) Gaya
kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan
bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari
pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut. Dengan
menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan
faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha
untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan
motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan
tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang
efektif.Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model
teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and
environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1.Karakteristik Bawahan pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan
penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para
bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa
memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa
depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
a. Letak Kendali (Locus of Control) Hal ini berkaitan dengan keyakinan
individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak
kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan
pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak
kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh
kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih
menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya
lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive
b.Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism) Kesediaan orang
untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang
tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan
yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities) Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi
apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi
prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang
harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang
supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan
yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan
achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah
cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan pada
faktor situasional ini path-goalmenyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi
faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1)Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan
memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2)Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang
dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja. Karakteristik lingkungan terdiri dari
tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan
kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan
dengan partisipasi bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja, dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan
kepemimpinan supportif
SUMBER:
Robbins, P. Steven, Judge, A. Timothy.
(2008). Perilaku organisasi . Jakarta
: Salemba empat
Sarwono Wirawan Sarlito. (2005).
Psikologi sosial: psikologi kelompok dan terapan. Jakarta : Balai Pustaka
Griffin, W. Ricky. (2003). Manajemen
jilid 1. Jakarta : Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar